Selasa, 26 Juni 2012

Brother Story Part 4

Brother Story Part 4
......................................................................................................

Malam itu Arya hanya termenung di kamarnya yang luas. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Rumah ini sangat luas namun sangat sepi. Baik dalam artian konotatif atau artian sebenarnya. Ia amat merindukan ibu dan kakak perempuannya. Suasana ceria dan hangat yang tercipta dirumahnya dengan kehadiran mereka takkan bisa dia lupakan sampai kapanpun.

Ia memegang erat sebuah foto yang telah usang. Bahkan terdapat bekas robekan di foto itu. Di dalam foto itu masih bisa terlihat jelas seorang wanita anggun yang sedang tersenyum manis sambil merangkul seorang anak laki-laki dan anak perempuan dengan latar sebuah danau yang sangat indah.

Ya kita sangat tau siapa mereka. Itu adalah Arya ketika kecil, Raya kakak perempuannya dan ibunya yang sangat cantik yang sedang piknik sekeluarga. Saat-saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Yang sama sekali tidak bisa ia rasakan lagi sekarang.

Arya menatap dengan lekat foto ditangannya. Jemari kurusnya mengusap pelan foto tersebut seakan foto itu akan hancur bila ia memeganggnya terlalu keras.

"Ibu, Raya.. Bagaimana ya wajah ibu dan Raya sekarang? Apa ibu masih cantik seperti dulu? Apa Raya masih tomboy dan galak seperti dulu? Hehehe.. Aku kangen kalian..." senyum miris terlukis di bibir sempurnanya. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Ibu..." ujarnya lirih, bahkan hampir berbisik. Ia memeluk erat foto itu dan mulai mengis sesegukan. Menumpahkan segala kesedihan dan kerinduannya kepada dua sosok yang sangat dicintainya itu. Dadanya bagaikan ditusuk tusuk menahan sakit dan rindu yang teramat dalam.

Ia sudah tidak perduli orang lain menyebut ia cengeng atau apa. Ia sama sekali tidak perduli. Karena memang tak ada yang perduli kepadanya. Kecuali dua orang yang sekarang masih ia cari keberadaanya.

Sekelebat ingatan tentang saat kepergian ibu dan kakaknya kembali menari di kepalanya. Membuat wajahnya berubah menampakan amarah yang amat sangat.

"Berengsek" geramnya tertahan. Ia mengacak rambutnya frustasi. Ia malas kalau teringat dengan ayahnya yang paling ia benci. Tapi ia juga tidak bisa sepenuhnya membenci sosok yang selama ini membuat dirinya lebih dari 'berkecukupan'. Ia ingin lari dan pergi mencari ibu dan kakaknya. Tapi ia bisa apa? Ia hanya anak SMA yang belum bisa apa-apa. Ia bertekad menjadi orang hebat yang bahkan bisa melebihi ayahnya sekarang. Itu ambisinya.

Ia kembali menatap foto di tangannya. Kembali mengusapnya dengan sayang. Sebuah senyum tulus namun terlihat memilukan menghias wajahnya.

"Semoga kalian baik-baik saja dimanapun kalian berada. Dan semoga kita bisa bertemu lagi." ujarnya. Namun gambaran seorang gadis tiba-tiba melintas di pikirannya. Gadis yang baru ia kenal dua hari ini.

"Kenapa mata kalian benar-benar sama?" ia berhenti sejenak sambil memejamkan mata.

"Apa kau akan secantik dia kalau aku melihatmu sekarang? Ah, kau pasti akan jauh lebih cantik, Ra. Aku yakin itu." Arya tersenyum manis. Senyum paling manis yang ia tunjukan hari ini. Atau bahkan semenjak ibu dan Raya nya pergi.

Ia menyimpan foto itu di balik buku tebal yang ada di atas meja belajarnya. Dan menumpukan kepalanya ke atas buku besar yang sedikit berdebu. Mencoba memejamkan mata yang sama sekali tidak mengantuk hanya untuk sedikit mengurangi beban fikirannya.

"Ra, bolehkah aku menikmati kebersamaanku bersama gadis itu seperti aku menikmati kebersamaanku bersamamu?" ujarnya lirih sebelum benar-benar menutup matanya dan berkelana di alam mimpi. Kembali memimpikan Raya nya.

***

*Rumah Nami*

Nami dan keluarganya -yang kita tau adalah paman dan bibinya- telah selesai makan malam. Nami dan bibinya sedang membereskan bekas makan mereka. Dan pamannya sedang menonton siaran televisi sekarang.

"Nami-ah.. Waeyo? Kau terlihat murung hari ini." tanya bibi Nami dengan sedikit aksen Korea di kata-katanya.

Ya, bibi atau istri dari paman Nami adalah orang Korea asli. Sedangkan pamannya adalah orang Jepang asli sama seperti ibunya. Namun tidak seperti bibinya yang belum lama 'diboyong' ke Indonesia, Ibu dan Pamannya sudah dari remaja tinggal di tanah kelahirannya ini.

Ya, menurut ibunya negara ini adalah tempat kelahirannya. Dan juga tempat ibu dan ayahnya yang asli orang indonesia bertemu dan kemudian menikah. (Ah, semoga mereka tenang 'disana'). Pamannya sendiri sekarang adalah sudah sah sebagai warga negara Indonesia, begitu juga bibinya.

Membingungkan bukan? Nami sendiri juga bingung dengan keluarganya yang multicultural ini.

"Aku tak apa-apa Bi. Hanya kelelahan sepertinya." jawab Nami kemudian tersenyum manis.

"Jinjja? Ya sudah sana tidur. Biar bibi yang bereskan sisanya."

Nami kemudian berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Setelah sebelumnya mengucapkan selamat tidur kepada pamannya yang sedang sibuk menonton pertandingan bola di televisi.

Di kamarnya ia kemudian bergegas naik ke kasurnya yang berwarna pink cerah. Ia menutup dirinya dengan selimut tebalnya dan mencoba memejamkan matanya. Tapi matanya sama sekali tidak bisa terpejam.

*Nami's Side

Akh..kenapa aku? Kenapa jadi pusing sendiri begini?

Dia bukan pacarku... Tapi dia tunanganku...

Aishh,,kenapa aku jadi kepikiran kata-kata cowok aneh itu? Memangnya apa urusanku? Dia mau tunangan kek mau nikah kek ga ada urusannya denganku. Lagipula kita baru dua hari bertemu.

Aishhhh,,,menyebalkan!! Dengan tenangnya ia berciuman di kelas pula. Cih, memalukan!

Sudahlah lebih baik tidur saja. Dari pada aku uring-uringan tidak jelas seperti ini.

Aku menarik selimut sampai menutup kepalaku. Mencoba memejamkan mata yang yah sebenarnya tidak mengantuk.

....

Hey, dimana ini? Bukankah tadi aku sedang tidur dikamarku? Tapi ini ... dimana??

Tempat ini begitu gelap sampai aku tidak bisa melihat apa-apa. Atau malah latarnya hitam semua??

Aishh,,membingungkan. Ini pasti mimpi. Sudah pasti ini mimpi.

Deg!

Apa itu? Seberkas cahaya seperti mendekat kepadaku. Silau!

"Nameera..." ujar sebuah suara mengagetkanku. Jantungku seakan mau lompat keluar mendengarnya. Hey, ini kan bukan cerita horor author!!

Aku menoleh ke asal suara itu. Seseorang berdiri tidak jauh dariku. Ia manusia, aku tau. Karena kakinya tidak melayang dan wujudnya tidak mengerikan. Cantik malah. Wajahnya cantik ,dan ...mmm... WHAT?! Wajahnya .. wajahnya .. mi-mirip denganku?! Bukan!! Sama persis malah!!

Sekarang ia tersenyum dan berjalan pelan ke arahku. Aku menatapnya horor. Aku ingin bangun!

"Si-siapa kau?" tanyaku dengan badan gemetar.

Ia berhenti sekitar satu meter di hadapanku. Ia kembali tersenyum hangat. Membuatku sedikit rileks.

"Aku adalah kau. Dan kau adalah aku." gadis itu tersenyum dengan lembut. Ia berjalan mendekatiku yang sekarang sudah tidak takut dengannya lagi.

Ia membelai pipiku sayang. Tangannya begitu hangat dan nyaman. Aku memejamkan mata merasakannya. Sentuhannya begitu nyata.

"Maafkan aku ..." ujarnya lirih sambil memelukku.

Pik!!

Aku membuka mata. Dan aku kembali ke kamarku. Di atas ranjang berwarna pinkku. Ya, yang aku lihat tadi ternyata hanya mimpi. Tapi siapa gadis itu. Tidak mungkin itu aku. Tatapannya begitu memilukan.

Aku melirik ke arah jam dinding yang bergantung di tembok kamarku. Jam 3 pagi.

Sebaiknya aku tidur lagi. Aku tidak mau terlambat masuk sekolah besok.

Aku menarik kembali selimutku dan mencoba memejamkan mataku. Semoga tidak mimpi seperti tadi lagi.

***

TBC

Akh,,makin ga jelas ya ceritanya?? hahaha...maaf soalnya author lagi lumayan stress,,khehehe #plakk...alesan aja..

comment nya ya biar chapter selanjutnya makin jelas,,~yahahahaha

gomawo..:)
 

Selasa, 29 Mei 2012

Brother Story Part 3

 Maaf ya chapter 3 lama banget keluarnya...
Aku mulai memperbaiki cara menulisku...Semoga kalian suka ... :D
Maaf banyak typo,,dan apa bila terdapat kesamaan nama, tempat, atau peristiwa mohon dimaklum..Ini tidak disengaja loh... (namanya juga fiksi..hehehe)

Happy reading...
***************************************************************************
Aku mencintaimu tak perduli apa dan siapa dirimu
Aku menyayangimu bagaimanapun keadaanmu
Aku mencintaimu walau tak ada yang percaya denganku
Karena dimataku hanya ada dirimu
Apa adanya dirimu


Chapter 3

Pagi itu Arya datang pagi sekali ke sekolah. Dan di dalam kelas yang masih sepi ia hanya diam sambil memandang ke luar jendela. Pikirannya melayang entah kemana.

Tadi malam ia tidak bisa tidur nyenyak. Tidurnya terganggu dengan mimpi buruk yang sama dengan yang datang di setiap malamnya. Mimpi ketika ayahnya mengusir ibu dan kakak perempuannya. Tapi ada satu mimpi yang mengganggu pikirannya. Mimpinya tentang sebuah kecelakaan mobil yang sangat parah. Sebuah taxi dengan seorang supir dan dua orang penumpang di dalamnya. Tapi ia yakin taxi itu bukan taxi dari daerah Bandung ataupun di Indonesia.  

Apa itu cuplikan film ya? Tapi kenapa hatiku rasanya sakit sekali?

Arya menghembuskan nafas berat sambil kembali memandang ke luar jendela. Memandang murid murid yang  mulai berdatangan ke sekolah. Sampai matanya bertemu pandang dengan sepasang mata. Mata yang sama dengan yang ia perhatikan kemarin. Mata yang mirip dengan yang ada di mimpinya. Mata Raya. Namun dalam wujud seorang murid baru bernama Nami.

Arya terus memandangi gadis itu sampai yang bersangkutan merasa risih dan menundukan kepalanya. Tapi ia tidak sendiri. Di sampingnya berdiri seorang laki-laki berbadan tinggi dan 'agak' kekar sedang tersenyum kepadanya sambil memamerkan lesung pipitnya.

Ragil? Ragil kelas sebelah kan? Kenapa dia bisa kenal Nami?

Ia terus memperhatikan 'sepasang' murid itu sampai menghilang masuk ke dalam gedung sekolah. Ada segaris rasa tidak rela melihat Nami dekat dekat dengan Ketua Osis yang sok baik itu (menurutnya).

Tiba-tiba sepasang tangan mungil menutup mata Arya. Arya sedikit tersentak kaget tapi ia kemudian kembali memasang wajah cool setelah menyadari siapa yang biasa melakukan ini.

"Renata, lepas. Ini tidak lucu." ujar Arya sambil berjengit tidak suka.

Perlahan Renata melepaskan tangannya dan memandang sebal ke arah Arya.

"Sampai kapan kau akan mengacuhkanku seperti ini?" Renata duduk di bangku depan Arya sambil terus menatapnya tajam.

Arya hanya mendengus pelan sambil kembali memandang ke luar jendela. Kembali ke rutinitas 'autis' nya.

"Kau bahkan tidak menjemputku tadi dirumah. Aku harus panas-panasan naik taxi ke sekolah tau! Apa kau sudah lupa kalau aku ini ... "

"Tunanganku?" sambar Arya cepat. "Aku malas menanggapi sikap manjamu itu. Sebaiknya kau kembali ke kelasmu. Aku sedang tidak mau diganggu." ujar Arya datar sambil kembali memandang ke luar jendela.

"Apa kau suka dengan gadis itu?!" tanya Renata tiba-tiba. Arya menatap Renata kaget bercampur bingung.

"Apa maksudmu?"

"Ya, gadis itu ... Si anak pindahan dari Jepang itu. Jangan bilang kalau kau menyukainya." ujar Renata sambil tertawa mengejek.

"Jangan membuat gosip yang tidak-tidak. Mana mungkin aku menyukai dia. Aku hanya ... " Arya tidak bisa meneruskan kata-katanya. Mana mungkin ia bilang kalau Nami mirip dengan kakaknya yang terpisah selama enam tahun kan? Alasan yang konyol.

"Hanya apa?" desak Renata sengit. Suaranya yang indah kini terdengar melengking karena menahan emosinya.

"Tidak ada. Kenapa kau malah mengurusi hal yang tidak perlu? Kenapa kau tidak belajar matematika saja sana? Kudengar dari ayah kalau nilai matematikamu jelek sekali."

"Jangan mengalihkan pembicaraan Arya Ardiana Putra!! Semua orang juga sudah tau kalau di hari pertama anak itu masuk di sekolah ini kau sudah sangat perhatian kepadanya. Berbeda sekali dengan sikapmu sebelumnya yang terdengar sangat dingin kepada perempuan. Malah denganku, tunanganmu sendiri kau bersikap dingin!" bentak Renata tak terkendali. Matanya mulai berkaca-kaca menahan tangis.

"Aishhh ... Kau ini terlalu berlebihan." Arya beranjak pergi meninggalkan Renata yang masih menatapnya tajam. Tapi Renata menarik tangannya dan memeluknya erat mencegahnya untuk pergi.

"Renata lepaskan. Kau ini seperti anak kecil saja." dengus Arya bosan. Ia mencoba melepaskan pelukan Renata dari tubuhnya.

"Aku tak akan melepaskanmu Ar. Tidak akan pernah.!" jawab Renata. Arya hanya menarik nafas kesal dan memalingkan muka. Tapi tangan Renata menarik kerah Arya keras sehingga mau tak mau Arya ditarik menghadap wajah Renata. Dan Renata menempelkan bibirnya ke bibir Arya secara paksa. Arya hanya bisa melotot kaget.

Bruuukkk... Sontak Arya melepaskan ciuman paksaan (?) mereka dan melihat ke asal suara.

Di depan pintu tampak gadis yang sedari tadi dibicarakan mereka sedang sibuk memunguti bukunya yang berjatuhan di lantai.

"Ah, maaf aku mengganggu. Aku akan segera pergi." ujar Nami setelah selesai memunguti semua bukunya. Wajahnya memerah entah karena kaget melihat 'pemandangan' yang tidak biasa itu atau malu karena mengganggu dua sejoli disana.

"Oh, jadi ini perem...mphhh...." Arya cepat cepat menutup mulut Renata sebelum ia mengeluarkan kata-kata yang tidak penting.

"Tidak perlu. Kami yang akan pergi." ujar Arya datar. Ia menyeret Renata pergi dari kelas sambil terus menutup mulutnya.

Nami hanya bisa melihat kepergian mereka dengan tatapan sendu. Dadanya terasa sesak. Ia meremas seragam sekolahnya hanya untuk sedikit menghilangkan rasa sakit di hatinya.

Lho kok??

*Nami's Side*

Lho kok dadaku rasanya sakit sekali? Ada apa denganku? Apa gara-gara aku melihat dua orang tadi berciuman? Ahh,,bodoh,, Bukannya di jepang aku sudah sering melihat orang berciuman? Tapi aku tidak merasakan apapun.

Aku pun duduk di bangku ku yang tepat disamping bangku Arya. Aku sedikit menatap ke arah bangku yang sedang kosong itu.

Arya, laki-laki yang aneh yang kadang bersikap ketus tapi kadang bersikap baik itu. Sebenarnya siapa dia? Selain ia adalah 'Pangeran Es' sekolah ini yang terkenal kaya, tampan, pintar, namun ketus dan seenaknya sendiri, aku tak tau apa-apa tentang teman sebangku ku itu.

Kenapa denganku? Kenapa hatiku rasanya tidak tenang? Apa gadis cantik itu kekasihnya?

"Arghh ...Memangnya apa urusanku?! Bodoh bodoh bodoh!!" aku memukul mukul kepalaku frustasi. Bingung dengan fikiranku sendiri.

"Kalau kau memukul-mukul kepalamu seperti itu besok kau akan jadi orang bodoh Nami-chan."

Aku menoleh ke asal suara itu dengan kaget. Dan ternyata Ragil sedang menahan tawa melihatku. Aku hanya bisa tersipu malu.

"Kenapa kau ada disini?" tanyaku asal.

"Mmmm...Tadi aku hanya sedang lewat disini dan kebetulan melihatmu sedang memukul-mukul kepalamu seperti itu. Aku tertarik dan disinilah aku sekarang. Hehehe .." Ragil tertawa sambil menyuruhku menggeser tempat duduk dan duduk di bangku ku.

"Kau tidak sibuk? Bukannya Ketua Osis itu sibuk sekali kan?"

"Nami, ini masih jam 06.30 pagi. Mana ada agenda Osis jam segini? Nanti siang sepulang sekolah baru aku pergi mengurusi Osis." ujarnya santai sambil mengacak rambutku pelan. Mau tak mau aku ikut tersenyum mendapat perlakuan seperti itu.

"Bisa tolong minggir? Itu kursiku." suara bariton seseorang mengiterupsi percakapan kami.

Arya sudah berdiri disana. Memandang sengit ke arah Ragil. Begitu pula dengan Ragil. Mata yang ramah yang tadi ditunjukkan kepadaku hilang sudah.

"Oh, jadi Nami satu bangku denganmu? Naas sekali nasibnya." ujar Ragil memecah kesunyian. Mata Ragil dan Arya beradu pandang dengan sengit. Aku merinding melihat nya. Seperti berada di neraka. Aku bisa mati kalau satu jam saja dalam keadaan begini.

"Bukan urusanmu. Kelasmu di sebelah tuan Ketua Osis." jawab Arya tajam. Ia sedikit melirik ke arahku. Aku hanya menundukan kepalaku. Antara merasa malu dan takut dengan tatapannya itu.

"Baiklah tuan Sok Pintar.." Ragil beranjak bangkit. "Ayo kita pergi dari sini Nami." ujarnya kemudian sambil menarik tanganku. Mau tak mau aku ikut bangkit dan mengikuti Ragil.

Kami berjalan melewati Arya yang masih berdiri dengan tampang angkuhnya. Tapi tiba-tiba sebuah tangan mencengkram pergelangan tanganku yang lain. Dan menahanku tetap di tempat. Aku berbalik dengan kaget dan ternyata Arya lah yang memegang tangan kiriku. Matanya masih menatap tajam ke arah Ragil.

"Apa kau sudah lupa tuan Ketua Osis. Kalau dia siswa kelas ini. Dan sekarang sudah hampir jam pelajaran. Apa kau ingin membolos bersamanya?"

Ragil hanya mendengus kesal dan melepaskan genggamannya di tangan kananku. Ia memandang sinis ke arah Arya dan kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arahku dan tersenyum manis.

"Kalau begitu sampai jumpa nanti istirahat Nami-chan." ujarnya sambil berlalu.

Arya kemudian melepaskan genggamannya dari pergelangan tanganku. Dan beranjak duduk di bangkunya. Ia kemudian mulai kembali ke rutinitas 'autis' nya. Memandang ke luar jendela!

Menyebalkan sekali makhluk satu ini. Tadi dia marah-marah. Sekarang dia diam seperti tidak terjadi apa-apa. Sial, salah apa aku sampai bisa bertemu orang seperti dia.

"Sampai kapan kau mau diam berdiri di sana? Sebentar lagi guru kita akan datang." ujarnya tiba-tiba tanpa 'sedikitpun' mengalihkan pandangan dari jendelanya.

Aku memajukan bibirku kesal. Dan duduk disampingnya dengan malas.

"Yang tadi pacarmu?" Hey, siapa itu yang bicara? Tapi sepertinya itu aku. Kenapa aku tiba-tiba menanyakan itu? Dasar bodoh..

Arya sedikit kaget dan bingung mendengar pertanyaanku. Tapi ia langsung menguasai diri dan kembali ke wajah juteknya. Menyebalkan!

"Harusnya aku yang bertanya padamu. Kau pacaran dengan Ragil?" tanyanya balik yang membuatku sedikit kebingungan menjawabnya.

"Kau ini ada-ada saja. Aku baru kenal dia kemarin. Mana mungkin kami pacaran." sanggahku. "Hey, kau belum menjawab pertanyaanku!" Ya Tuhan....Kenapa aku malah ngotot begini....Nanti dia berfikir yang tidak tidak tentangku...

"Kenapa kau ingin tau?" tanyanya sambil berbalik menghadapku dan menatap mataku. Yang langsung membuat mukaku memanas karena malu. Jantungku rasanya mau meloncat keluar karena ditatap olehnya.

"Hanya ingin tau." jawabku asal sambil mengalihkan pandanganku. Kemana saja, asal jangan menatap matanya.

Aryapun mengalihkan pandangannya lagi dan menatap 'jendelanya' LAGI! Entah apa yang sedang ada di otak anehnya. Hanya dia dan Tuhan yang tau.

"Dia bukan pacarku ..." jawabnya sambil memberi jeda dalam kalimatnya. Ia menarik nafas berat sebelum melanjutkan kata-katanya. "... tapi dia tunanganku .."

Deg..

Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba dadaku sakit mendengarnya. Tapi dadaku lebih sakit lagi ketika melihat wajah Arya yang terlihat sangat menderita ketika mengatakannya. Apa aku salah lihat? Raut wajah menderita yang hanya aku lihat sekilas itu. Tapi kalaupun itu benar, aku bisa apa? Aku bukan siapa-siapa nya. Ya, benar... Aku bukan siapa-siapa Arya. Tapi kenapa dada ini rasanya sakit sekali.

To Be Continued ...
***************************************************************************
Hahaha... Akhirnya chapter 3 keluar juga setelah dierami selama beberapa minggu ..
Rasanya chapter ini lebih panjang dari biasanya ya,,,hahahha
Maaf ya karena chapter 2 hasilnya kurang memuaskan ...Sekarang aku akan mencoba lebih baik lagi untuk chapter-chapter berikutnya ....
Mohon sarannya dan kritik membangunnya ya chingu ...
Terima Kasih...Love U more ....
:*

Jumat, 18 Mei 2012

Brother Story Part 2

Maaf ya lama banget posting nya.. Biasa masalah kesehatan jadi bawaannya pengen tidur terus .. (readers : bilang aja males) hahahaha
Pokoknya read this out.. Jangan lupa comment membangunnya ya,,, Thanks..:)
............................................
#Chapter 2#

Seorang gadis cantik berdiri dengan kaku di depan ruangan kelas yang ramai. Matanya gelisah melihat ke kiri dan kanan. Menunggu adalah hal yang sangat membosankan untuknya.

"Kenapa kamu hanya berdiri di situ Nami? Ayo masuk." ujar seorang pria tambun tiba- tiba mengagetkannya.

Ia hanya tersenyum dan membungkuk sedikit dan mengikuti pria tambun yang ternyata wali kelasnya itu untuk masuk ke dalam kelas. Kelas yang tadinya ribut tiba - tiba jadi hening ketika mereka masuk.

Segala hal berkecamuk di dalam fikirannya. Ini hari pertama ia tiba di kota ini. Di kota Bandung. Kota yang begitu asing untuknya. Kota ini sangat berbeda dengan tempat tinggalnya dulu di Tokyo. Mulai dari cuaca, kebudayaan, sampai orang- orang yang tinggal disini sangat berbeda dengan kotanya tercinta.

Sebenarnya ia enggan tinggal disini. Tapi setelah ibunya meninggal dua bulan yang lalu, ia mau tak mau harus tinggal bersama paman dan bibinya di kota ini. Karena ia merasa tidak tega membebani nenek dan kakeknya di Jepang.

Paman dan bibinya bilang dulu ia dan ibunya pernah tinggal di kota ini. Tapi setelah ayahnya meninggal ia dan ibunya pindah ke Jepang. Entahlah ia sama sekali tidak ingat. Untunglah ibunya dulu mengajarkan bahasa indonesia kepadanya jadi sekarang ia bisa berkomunikasi dengan lancar.

Tok Tok Tok!!
Pak Wahid mengetuk-ngetuk papan tulis, membuyarkan lamunan Nami.

"Anak-anak kita kedatangan siswa baru pindahan dari Jepang. Tapi ia dulu berasal dari Indonesia juga. Karena itu jangan khawatir karena ia lancar berbahasa Indonesia. Nami silahkan perkenalkan dirimu." tunjuk Pak Wahid kepadanya. Ia hanya bisa mengangguk dan tersenyum canggung.

"Hai, teman teman perkenalkan nama saya Nameera Khaizan. Tapi kalian bisa memanggilku Nami.  Mohon bantuannya teman teman." Nami membungkuk hormat.

Semua mata tertuju padanya. Nami hanya bisa tertunduk malu.

"Nah, Nami. Kamu bisa duduk di samping bangku yang masih kosong itu." Pak wahid menunjuk bangku yang berada di dekat jendela. Di sana sudah ada seorang pemuda yang cukup tampan.

Nami hanya menggangguk dan kemudian beranjak ke kursi yang ditunjukkan Pak Wahid kepadanya.

*Nami Side*

 "Nah, Nami. Kamu bisa duduk di samping bangku yang masih kosong itu." Pak wahid menunjuk bangku yang berada di dekat jendela kepadaku. Disana, disamping bangku yang kosong itu ada seorang pemuda yang cukup tampan. Kulitnya putih dengan mata yang agak sipit. Sepertinya dia lebih cocok disebut sebagai orang Jepang deh dari pada aku.

Aku hanya mengangguk meng-iya-kan kata-kata Pak Wahid, dan berjalan menuju bangku yang ditunjuknya sambil sesekali memberikan senyum terbaikku ke teman teman yang ada di samping kiri dan kananku.

Aku duduk di bangku yang kosong itu dan tersenyum canggung ke pemuda tampan yang seperti tidak berkedip menatapku. Apa ada yang salah dengan dandananku ya?

"Ehm.." aku berdehem pelan. Sepertinya itu berhasil membawanya kembali ke alam nyata. "Aku Nami." lanjutku sambil mengulurkan tangan kepadanya.

"Oh, sorry. Watashi-wa Arya desu." jawabnya dengan bahasa jepang yang canggung. Aku hanya tersenyum geli melihat kelakuannya. Bukannya tadi Pak Wahid sudah bilang kalau aku bisa berbahasa indonesia?

"Hehehe .. Aku bisa bahasa indonesia ko Arya." ujarku kepadanya yang masih menatapku dengan lekat.

"Apa kita pernah kenal sebelumnya? Soalnya matamu mengingatkanku kepada seseorang." ujarnya kemudian yang sedikit membuatku mengerutkan kening.

"Mmm.. Sepertinya belum. Aku tinggal disini waktu masih kecil sekali sepertinya. Makanya aku tidak ingat sama sekali."

"Oh, maaf." ia kemudian tertunduk lesu. Segurat rasa kecewa terpancar di wajahnya. Entahlah aku merasa sangat aneh melihat matanya yang berwarna kecoklatan itu. Rasanya aku pernah melihatnya. Apa dia teman masa kecilku ya? Aku benar-benar tidak ingat.

*Skip Time*


Bel tanda istirahat akhirnya berbunyi. Anak-anak mulai meninggalkan ruang kelas. Aku? Entahlah aku bingung harus kemana.

"Kalau kamu mau ke kantin ikuti aku saja." ujar Arya yang tiba-tiba bangkit mengaggetkanku.
Aku hanya menatapnya heran. Kok sekarang dia mendadak jutek gitu ya?

"Ikut tidak?" ujarnya lagi tanpa menoleh ke arahku sedikitpun. Dengan sebal aku pun mengikutinya. Sebenarnya aku malas tapi karena cacing di perutku sudah mulai berdemo aku tidak bisa menolaknya.

Aku berjalan menyusuri lorong-lorong di sekolah yang sekarang dipenuhi anak-anak yang sedang istirahat. Ini hanya perasaanku atau memang banyak mata yang melihat ke arahku? Apa ada yang salah denganku ya?

" Jalanmu seperti siput. Lama sekali." aku berpaling dengan kaget. Aku kira aku sedang berjalan dengan patung karena dari tadi ia tidak bicara sedikitpun. Sekarang ia sedang menghadap ke arahku dengan tatapan kesal.

"Enak saja kau memanggilku siput?!"

Tiba tiba ia menarik tanganku. Dan membawaku atau tepatnya menggusurku ke kantin. Jangan tanya lagi dengan mata yang sedari tadi memperhatikanku. Bahkan sekarang mereka sibuk berbisik satu sama lain.
#bisik-bisik tetangga gitu..plakk

"Hey, sakit tau!!" aku memepis tangannya kasar. Apa sih yang ada dipikiran orang ini? Menyebalkan!

"Kalau tidak begini kau akan sampai kantin dua tahun kemudian." jawabnya sambil berlalu. Menyebalkan sekali dia. Tadi ramah sekarang juteknya minta ampun. Otaknya sudah agak miring rupanya.
Peduli amat ah. Yang penting sekarang makan dulu.. Cacing diperutku sudah mulai berteriak lagi.

**********************************Brother Story************************************

Arya bersandar di tembok di belakang sekolah. Tempat persembunyiannya. Kerajaan mimipinya yang sepi tanpa ada suara suara anak perempuan yang membuat gendang telinga pecah itu.

Arya hanya bersandar. Memejamkan mata tapi tidak tertidur. Ia sangat menikmati tiupan angin siang hari yang menerpa wajahnya. Seluruh persoalan berputar putar di otaknya.

*Arya Side*

Ya Tuhan siapa dia sebenarnya? Mata itu benar benar seperti mata Raya. Tapi dia benar-benar tidak ingat kepadaku. Apa dia hanya pura-pura? Tapi aku sama sekali tidak melihat kebohongan di matanya.

Aku pernah mendengar ada yang bilang kalau kita itu punya orang yang berwajah mirip dengan kita setidaknya 7 orang di dunia ini. Tapi apa ini hanya kebetulan?

"Hey, sedang apa?" aku mendongak ke asal suara yang memanggilku. Seorang gadis cantik sedang tersenyum kepadaku. Aku hanya diam tidak menjawab.
Dia kemudian duduk di sampingku dan menyandarkan kepalanya ke bahuku. Aku tetap diam tak bergerak.

"Hey, kenapa diam saja? Apa ada masalah di kelasmu tadi?" tanyanya lagi.

"Tidak ada apa-apa. Sebaiknya kau masuk ke dalam. Disini anginnya lumayan kencang." jawabku lurus.
Yang dimaksud hanya memajukan bibirnya kesal.

"Arya, kenapa sih kau tidak bisa sedikitpun lembut kepadaku?" dia kemudian pergi meninggalkanku dengan muka yang kesal. Aku sempat tersenyum sinis (?) sekilas melihat kelakuan tunanganku itu.

Ya, dia Renata. Gadis yang di jodohkan ayahku untukku. Ayah bilang sih dia wanita yang baik dan cocok jadi istriku kelak. Tapi yang aku tahu itu hanya akal-akalan ayah dan rekan bisnisnya agar bisnis ayah semakin berkembang lagi. Dan sialnya lagi-lagi aku tak bisa apa-apa di depan ayah.

Mataku kembali menerawang jauh. Tidak terfokus. Entah apa yang aku pikirkan. Sampai dia akhirnya lewat. Gadis yang tadi aku tinggalkan di kantin sekolah. Gadis yang mengganggu pikirannku dari pagi. Gadis yang sangat mirip dengan Raya.

Ia berjalan lambat tidak jauh dari tempatku duduk. Sepertinya ia tidak melihatku berada disini. Ia berjalan lambat sambil membawa roti dan susu kotak ditangannya. Pipinya menggembung karena penuh dengan makanan. Lucu sekali dia. Tanpa sadar aku terkekeh sendiri melihatnya.

"Berat badan mu bisa langsung naik kalau kau makan siang seperti itu." aku kaget sendiri dengan apa yang aku katakan. Dan kenapa tiba-tiba aku ada di samping dia? Ya Tuhan sepertinya badanku bereaksi lebih dahulu dari pada otakku.

"Mhemhanghyah inhi urhushanmhu?! (memangnya ini urusamu?!#kira kira gitu deh artinya..Plakk) " ujarnya dengan mulut penuh dengan roti.

Aku hanya bisa tersenyum sambil menatap wajahnya lekat. Ya Tuhan.. dia benar benar mirip dengan Raya. Aku tak tahu ia  benar-benar Raya atau bukan. Tapi aku tak peduli. Yang pasti Engkau sudah mengirimnya untukku. Mengirim Rayaku kembali dalam bentuk Nami. Terima Kasih Tuhan...

"Hey, jangan liat wajahku seperti itu. Memangnya aku badut apa?!" bentaknya sambil mencoba menelan semua makanan yang ada di mulutnya.

"Cepat habiskan makananmu. Sebentar lagi bel berbunyi." ujarku sambil berlalu meninggalkannya yang sibuk menghabiskan roti dan susunya.

Raya, apa kamu mau memaafkan aku kalau aku menganggap gadis ini dirimu? Maaf untuk saat ini aku ingin istirahat. Nanti aku akan mencarimu lagi. Saat ini aku ingin menikmati hari-hariku dengan 'Raya Palsuku'. Kau tidak marah kan Ra? Aku pasti akan menemukanmu dan juga ibu. Itu sumpahku.

Aku hanya bisa tersenyum menatap langit. Benar Tuhan, kali ini aku tak akan melepaskannya lagi.

To Be Continued...
******************************************************************************

Mian ya chingu kalau chapter ini agak boring..hahhaha
Otakku lagi buntu,,aslinya,,
Makanya comment membangunnya ya chingu,,biar otak aku encer lagi...
#readers : bilang aja emang buntu dari sononya,,PLAKK
Okay,,sampai jumpa di chapter selanjutnya...Masih ada karakter yang akan keluar loh,,,
(doakan saja semoga chapter selanjutnya ga lama keluarnya,,)hahahaha

Gomawo,,Arigatou Gozaimasu,,,Terima Kasih,,Hatur Nuhun,,
#bungkuk bungkuk

Senin, 07 Mei 2012

Brother Story part 1 (renew)

Halooo,,ketemu aku lagi,,hhehehe
Ini masih tetep brother story part 1,,cuma ceritanya sedikit aku rubah,,(ngg sedikit sih,,LOL)
Ini karena masukan kalian semua,,Terima Kasih Banyak,,
Aku akan terus berusaha menghadirkan cerita yang bagus bwt kalian...:)
Tolong compare ya ma cerita yang sebelumnya bagus yang mana kalau sama yang ini,,,

happy reading

Tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini. Itu kata - kata bijak orang jaman dulu. Tapi ternyata semua itu salah. Karena kesempurnaan ada pada diri seorang murid kelas 2 SMU Wardhana bernama Arya Ardiana Putra.

Tampan, berotak encer, bersaku tebal, dan gaya cool plus misterius yang bisa membuat siapa saja jatuh hati padanya. Khususnya kaum hawa. Apalagi ditambah predikat sebagai ketua Osis yang dipercaya para guru- guru. Pokoknya hampir bisa dipastikan semua gadis pasti 'klepek-klepek' kepadanya.

Pagi ini sang 'Prince' Arya seperti biasa datang ke sekolah dengan mobil Ford merah kebangsaannya. Dan otomatis dimana ada Arya disitu ada perempuan - perempuan yang menggilainya.

"Sial. Pagi-pagi udah ribut gini.!" gerutunya pelan sambil terus menyalakan klakson mobil agar para gadis yang menghalangi laju mobilnya cepat pergi.

#Arya's Side#

Kenapa setiap hari aku harus sial terus? Cewek-cewek itu berisik sekali. Mana aku bisa konsentrasi belajar kalau begitu.Energi mereka awet sekali. Aku jadi tidak bisa konsentrasi belajar.

Aku masuk ke kelas dengan langkah malas. Bukan karena malas belajar tapi malas mendengar dan melihat anak-anak perempuan yang ribut sekali ketika aku datang.
Tanpa melihat ke kanan dan ke kiri aku segera duduk di bangkuku yang terletak di samping jendela.

Aku memperbaiki posisi dudukku. Menyandarkan punggungku di kursi yang keras. Mataku menerawang ke luar jendela. Di luar pemandangan daun-daun pohon (yang entah namanya apa) yang mulai berguguran berwarna kuning kecoklatan seakan menghipnotisku. Ranting pohon itu sudah hampir botak. Tapi sang Batang Pohon masih berdiri menjulang dengan angkuhnya.

Kok aku jadi teringat kakak perempuanku ya? Dia hampir sama dengan pohon itu. Tetap angkuh walaupun sudah tak memiliki apapun.

*Flashback*

PRANGGGGGG!!!!
Suara barang yang dibanting keras ke lantai memekakan telingaku. Aku hanya bisa menutup telinga. Takut.
Lagipula apa yang bisa dilakukan anak umur 10 tahun sepertiku?

"Jadi itu pilihanmu?! Jadi kau mau minta cerai padaku Hana?!!" bentak ayahku kepaa ibuku yang masih menangis di sudut kamar.

"Bagaimana bisa aku hidup bertiga dengan wanita sialan yang kau nikahi siri itu hah?!! Puihh,,aku tidak sudi!!!" jerit ibuku.

"Baiklah kalau itu maumu!! Tapi jangan salahkan aku jika aku tidak mengijinkanmu membawa hartaku sedikitpun!!"

"Aku sama sekali tidak sudi membawa secuilpun hartamu yang kotor itu!!" ibu kembali berteriak-teriak.

Aku sebenarnya tidak mengerti kenapa mereka bertengkar. Yang aku tau hanya dua hari yang lalu datang seorang wanita yang kata ayah akan tinggal disini. Dan sekarang ayah dan ibu bertengkar hebat. Saling memaki dan berteriak.

Aku hanya bisa diam berdiri bersama kakak perempuanku. Kakakku yang hanya berbeda usia sertahun denganku berdiri dengan tegar disampingku yang gemetar ketakutan. Tangannya menggenggam tanganku erat. Namun aku bisa merasakan bahwa tangannya sedikit gemetar juga.

"Pergi kau dari sini, Hana!! Aku tak mau punya istri pembangkang sepertimu!!" kembali terdengar bentakan bentakan dari ayah. Ayah mengangkat tangannya seperti hendak memukul ibu.

Tiba-tiba kakakku melepaskan tanganku dan berlari menerjang ayahku tanpa bisa aku cegah.

"Cukup Ayah!! Cukuuuppp!!!" jeritnya. "Berhenti menyakiti ibuku!" kakakku merntangkan tangannya melindungi ibuku.

PLAKKK!!
Ayah menampar keras wajah cantik kakakku. Membuatnya jatuh tersungkur mencium lantai. Darah segar keluar dari sudut bibir mungilnya. Ibuku menangis memeluk tubuh kakakku.

Tapi kakakku sama sekali tidak menangis. Wajahnya datar. Tidak ada tanda tanda ia merasa sakit atau sedih. Hanya sedikit sunggingan kecil di sudut bibirnya yang bercampur darah. Matanya tidak lepas dari sosok ayah yang ada di depannya.

Ayah bergidik melihat mata kakakku.
"Dasar. Anak dan ibu sama saja!!!" ayah kembali melayangkan pukulan ke arah kakakku. Ibuku mulai menjerit dan memaki. Tapi kakakku tetap tidak menangis sedikitpun.

Aku berlari, menarik pakaian ayahku. Memohon - mohon padanya agar tidak menyakiti ibu dan kakakku lagi.

Perlahan kakak dan ibu berdiri. Dan berbalik berlalu tanpa sedikitpun kata-kata perpisahan. Aku berlari mengejarnya. Tapi tangan ayah menahan tubuhku.

Aku menjerit, menangis, meronta-ronta, memanggil manggil nama kakakku.
Yang aku tau hanya kakakku berbalik, menatapku dan tersenyum.

Aku menagis sejadi jadinya. Lalu tiba-tiba semuanya gelap.
Aku pingsan.

*Flashback End*

Arya menelungkupkan kedua tangan ke wajahnya. Frustasi.
Itulah terakhir kalinya ia melihat kakak dan ibunya. Enam tahun ia mencari keberadaan kakak dan ibunya. Tapi nihil. Mereka bagai hilang ditelan bumi.

Raya, kemana aku harus mencarimu?

Tiba-tiba guru wali kelas masuk. Anak-anak langsung sibuk memperbaiki posisi duduknya. Aku tetap diam. Tak perduli.

Pak Wahid guru wali kelas itu tidak datang sendiri. Ia bersama seorang gadis bertubuh mungil yang mengikuti dari belakangnya. Wajahnya sangat asing bagi kami.

Tok Tok Tok!!
Pak wahid mengetuk ngetuk papan tulis pertanda agar semua anak mulai diam.

"Anak-anak kita kedatangan siswa baru pindahan dari Jepang. Tapi ia dulu berasal dari Indonesia juga. Karena itu jangan khawatir karena ia lancar berbahasa Indonesia. Nami silahkan perkenalkan dirimu." tunjuk Pak Wahid kepada gadis cantik yang dari tadi berdiri di sampingnya.

"Hai, teman teman perkenalkan nama saya Nameera Khaizan. Tapi kalian bisa memanggilku Nami.  Mohon bantuannya teman teman." Nami membungkuk hormat.

Nami bagai menghipnotis semua mata terutama kaum adam. Dengan kulitnya yang eksotis, mata kucing dan bibir mungilnya.

Arya yang sedari tadi tidak menghiraukannya tiba tiba tersentak kaget.

"Mata itu ..." ujarnya pelan.

***
To Be Continued

Hoaaa,,,selesai juga semoga suka deh sama ceritanya,,
Tolong compare ya lebih bagus mana sama yang sebelumnya,,
Arigatou,, >o<
sampai jumpa di chapter 2...



Jumat, 04 Mei 2012

Brother Story

Summary : Maaf ya ini hanya cerpen yang gaje,dan ngasal sekedar ngisi waktu luang.Kalo ga suka jangan dibaca,, >o<

happy reading...


Kalau ada yang bilang manusia itu tidak ada yang sempurna ternyata itu salah. Karena semua kesempurnaan ternyata ada pada Arya, murid kelas 1 SMU Wardhana. Wajah tampan, otak encer, kantong tebal, baik hati, gaya cool plus misterius. Dia jadi idola para siswi tapi jadi musuh para siswa.

Pagi itu seperti biasa ia datang dengan mobil mewah ke sekolahnya.(persis adegan di sinetron sinetron itu lohh..#plakk)
Seluruh mata langsung tertuju pada mobil sport warna merah terang miliknya. Dan setelah berbelok ke parkiran pun mata mata itu tetap menempel kepadanya.

*di kelas..

Segerombolan(?) anak sedang berkumpul di kelas. Kalau dilihat dari mukanya mereka bukanlah anak anak kutu buku yang sedang berdiskusi tentang pelajaran. Wajah wajah mereka terlihat garang, sangar, dan keji(?)
Hanya ada dua anak yang benar benar terlihat bersinar diantara mereka. Yang satu laki laki berkulit putih berbadan tegap yang ke tampanannya tidak kalah dengan sang pangeran sekolah yang diceritakan diatas.
Yang kedua adalah seorang gadis manis berbibir mungil yang walaupun mencoba disangar-sangarkan (alah..bahasanya) tetap saja ia terlihat sangat imut.

"Raya, jadi gimana? Menurut lo apa kita harus membalas anak STM itu?"tanya sang pemuda tampan kepada si gadis imut yang dipanggilnya Raya itu.

"Menurut gue kita serang dengan diam-diam saja. Gerilya gitu." ujar salah seorang anak.

"Nggak, menurut gue cara gitu sama aja nandain kita ini pengecut. Kita kasih surat tantangan aja ke mereka. Ga usah bikin keributan pake nyerang langsung." ucap gadis cantik itu dengan santai.

"Wah, hebat ide lo Ra. Lo emang pantes jadi penasehat gue. Hahahhaa.." sang pemuda tampan yang ternyata ketua geng itu tertawa puas.

"Itu kan karena lo itu bodoh, Ragil." Raya langsung pergi dari forum itu tanpa ba bi bu lagi.

"Bocah itu..!!Beraninya bilang bodoh sama bos!!" salah seorang anak buah marah. Ia beranjak hendak mengejar sang gadis. Tapi tiba-tiba ada tangan yang menahannya. Tangan sang bos, Ragil menahan geraknya. Ia menarik kerah sang anak buah.

"Kalo ada yang berani nyentuh gadis yang lo bilang bocah barusan pasti akan MAMPUS di tangan gue!!"
Sang anak buah hanya bisa tertunduk malu.

*Arya Side*

Huft..Kenapa sih anak perempuan itu gak bisa berhenti berteriak teriak? Lama lama ni kuping jadi budeg dengernya. Padahal kan ini udah di dalem kelas.
Aku terus ngedumel dalam hati ketika tiba tiba pintu kelas dibuka. Yang masuk bukanlah guru pembimbing tapi wajah yang sangat familiar buatku. Raya, teman sekelasku plus kakak kandungku. (readers: WHAT??) Yups, anda semua tidak salah dengar. Dia KAKAK KANDUNGku. Kami beda setahun. Tapi karena gue ikut kelas akselarasi ketika SMP alhasil gue jadi seangkatan dengan dia.
Tapi di sekolah ini ga ada yang tau kita sodaraan. Dan kata Raya ga ada yang boleh tau. Kalo bisa disebut Raya sangat benci sama gue. Katanya gue ngingetin dia sama papa, orang yang sangat dibencinya sampai saat ini.
Ya, Raya sekarang tidak tinggal serumah sama gue. Karena orang tua kami bercerai. Raya ikut ibuku, dan aku ikut ayahku.
Dia melihat ke arahku yang sedari tadi memperhatikannya, lalu memalingkan muka dan pergi ke tempat duduknya.

Pelajaran dimulai tapi otakku melayang entah kemana. Lagipula aku sudah hafal semua rumus - rumus kimia yang diajarkan Bu Mukti di depan. What ever lah...
Otakku kembali memikirkan Raya. Kakakku. Aku agak belum terlalu terbiasa dengan keadaan disini. Di sekolah kita seperti orang asing. Aku tidak tahan.
Diam diam aku membuka handphone ku. Lalu aku mengetik sms untuk kakakku.
Bisa ketemu gak istirahat nanti? ketikku singkat. Lalu memasukan nomernya yang aku namai Rayaku (kayak orang pacaran aja.#plakk author pengganggu.)
Aku menunggu beberapa saat. Dan hp ku akhirnya bergetar pelan. Tanpa sadar aku tersenyum melihat subject di sms itu.
Buat apa?jawabannya singkat tapi sedikit rasa bahagia hinggap di hatiku.
Ada yang mau aku omongin sebentar. Bisa kan?
Oke. Dimana?balasnya singkat. Tapi ini memang ciri khas dia. Aku tak perduli.
Di depan aula gimana? Sepi kan kalo istirahat?
Oke. jawabnya.
Aku menutup layar ponselku. Ku tahan senyumku. Aku melirik sedikit ke arahnya yang berada di barisan belakang kelas.
Saat ini aku benar benar sudah tidak memperhatikan apa yang dikatakan Bu Mukti lagi. Yang ada di pikiranku hanya aku ingin jam istirahat segera datang.

*Raya Side*

Aku menutup hanphoneku dengan perasaan tak menentu. Mau apa dia minta ketemu denganku? Haruskah aku menemuinya? Dia adikku. Tapi wajahnya mengingatkanku pada ayah. Orang yang sangat aku benci. Orang yang sudah mengkhianati ibuku. Yang secara halus mengusir ibuku dari rumah mewah kami. Yang memisakhanku dengan adikku.
Uhh,,kepala ku sakit mengingat masa laluku.
Aku juga canggung dengan adikku. Bagaimana tidak? Selama 11 tahun kami hidup bersama sebagai kakak adik. Tapi sekarang harus menjadi orang lain. Tapi harus bagaimana lagi. Aku tak mau ada orang lain tau dan mengungkit kembali masa laluku.

Bel tanda istirahat berbunyi. Bu Mukti pun mengakhiri pelajarannya.
Anak anak mulai berhamburan keluar. Ku lihat Arya berjalan menuju pintu kelas diikuti dengan mata mata dan desas desus yang mengiringinya keluar. Ada yang bilang dia itu ganteng banget bagai dewa turun dari khayangan (?), ada juga yang bilang kalo dia ikut audisi jadi member Super Junior boyband Korea yang lagi booming banget itu pasti dia lulus. Aku hanya tersenyum kecut mendengarnya.

Tiba tiba hp ku bergetar di sakuku. Ada sms dari Arya. Ku buka dengan malas malasan.
Jangan ingkar janji ya...  ;)
Aku menghela nafas berat dan menutup layar hp tanpa membalasnya. Aku berjalan keluar kelas.

Di depan aula yang sepi karena anak anak yang lain sibuk ke kantin dia menunggu sambil memainkan layar hp nya. Membuka dan menutupnya.

"Maaf aku lama." ujarku tiba tiba, yang mungin agak mengagetkannya. Karena wajahnya agak tegang. Tapi ketika melihat wajahku dia kemudian tersenyum manis. Manis sekali. My sweet little brother.......

" Ga papa. Belum lama kok." jawabnya sambil memamerkan senyuman mautnya yang bisa membuat wanita lain mati berdiri.

"Memangnya kamu tidak takut fans-fansmu itu melihat kita disini? Aku tidak mau ada yang bergosip yang aneh aneh tentang kita."

"Kalau gitu kenapa tidak kita bilang saja kita bersaudara. Beres kan?" jawabnya santai yang malah membuat hatiku panas.

"Aku sudah bilang kan ..."

"Tidak mau ketahuan kita kakak adik kan?" sambarnya, hingga aku tidak bisa meneruskan kata kataku. "Why Raya? Apa salahku? Karena aku mirip ayah jadi kau membenciku? Karena aku tinggal dengan ayah jadi kau membenciku? Kenapa kita jadi seperti orang lain? Kenapa kau mengacuhkanku?" bentaknya sambil melihat tajam ke arah wajahku. Aku hanya diam dan memalingkan muka.

Tangannya menyentuh pipiku. Memaksa wajahku untuk berhadapan wajahnya. Tanpa aku sadari ternyata dia bertambah tinggi secepat ini selama empat tahun terakhir. Mataku bertatapan dengan bola matanya yang berwarna hazel. Warna mata yang jauh berbeda dengan mataku yang gelap.

"Kau tau susahnya aku untuk bisa bertemu kamu? Kau tau perjuanganku masuk kelas akselarasi agar bisa secepatnya masuk SMU yang sama denganmu? Apa kau tidak memikirkan itu, hah?!" bentaknya yang membuat mataku membulat kaget. Aku hanya bisa membuka dan menutup mulutku tanpa ada bantahan yang keluar dari sana.

"Kau boleh marah padaku, kau boleh tidak mengakuiku sebagai adikmu. Tapi kau tak bisa mengacuhkanku. Aku tidak tahan Ra. Sumpah! Aku tidak tahan! Jangan biarkan aku kehilanganmu juga setelah ibu. Aku tak mau Ra." ujarnya panjang lebar. Mata hazelnya menampakkan rasa sakit yang ada dihatinya. Begitu juga dihatiku. Tapi aku tak tau harus bagaimana.

"Ap-apa aku harus perduli?" jawabku akhirnya. Mata Arya terbelalak kaget. Aku juga. Tak kusangka aku akan mengucapkan kata - kata yang begitu kejam seperti itu.
"Apa ayah perduli dengan kehidupanku dan ibu 4 tahun terakhir ini?" aku meneruskan kata-kata yang terdengar sangat kasar itu. Aku tau hati Arya pasti sakit. Tapi terlebih lagi hatiku.

"Ra, maafkan aku. Maafkan ayah juga. Aku tak tau harus gimana lagi agar kamu mau memaafkan aku. Aku menyayangimu kak." dia mengelus pelan pipiku. Aku tak tau harus berkata apa. Aku hanya bisa memalingkan wajah.
Tiba tiba sesuatu yang terasa hangat menempel di dahiku. Aku merasakan nafasnya di pucuk rambutku. Hatiku berdetak tak karuan. Ia mencium kepalaku pelan dan lama. Aku hanya bisa menahan nafas. Aku tak tau kapan terakhir aku merasakan perasaan ini.

"Raya?Lagi ngapain?" tiba tiba sebuah suara mengagetkanku memaksaku untuk memalingkan wajahku ke arahnya. Ragil tengah berdiri sekitar 3 meter dariku dengan wajah yang keheranan. Arya cepat cepat menjauh dan memasang wajah 'Prince' nya.

Aku tak tau harus bilang apa. Yang aku ingin hanya cepat-cepat pergi dari sini.
Tanpa berkata apa apa aku pergi dari tempat itu. Dan berjalan melewati Ragil tanpa melihatnya sedikitpun.
Jantungku terus berdegup tak karuan. Aku tak mengerti. Benar-benar tak mengerti.

"Sepertinya aku hanya butuh istirahat." ujarku pada diri sendiri.

To Be Continued...

***
hahaha...selesai juga chapter pertama ini..Mianhae ya isinya baru dikit.. ^o^
jangan lupa commentnya biar chapter 2 nanti jadi lebih seru..hhehehe
Arigatou Gozaimasu udah mau baca cerita ini. (Halah bahasanya campur-campur)
Sampai jumpa di chapter berikutnya....
 




Selasa, 24 April 2012

My New Blog..

Selamat Sore,,hahai formal bgt,,
Guys,,ini blog pertama aku,,yg aku buat khusus tentang smua yang aku suka,,
mulai dari nulis cerita,,curhat curhatan,, sampai semua tulisan yg ga penting,,pokonya simak aja semuanya,,(hahaha...maksa banget!! >.<)
maaf kalo postingannya lama,,coz ak orangnya tergantung mood ajj.. :P