Selasa, 26 Juni 2012

Brother Story Part 4

Brother Story Part 4
......................................................................................................

Malam itu Arya hanya termenung di kamarnya yang luas. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Rumah ini sangat luas namun sangat sepi. Baik dalam artian konotatif atau artian sebenarnya. Ia amat merindukan ibu dan kakak perempuannya. Suasana ceria dan hangat yang tercipta dirumahnya dengan kehadiran mereka takkan bisa dia lupakan sampai kapanpun.

Ia memegang erat sebuah foto yang telah usang. Bahkan terdapat bekas robekan di foto itu. Di dalam foto itu masih bisa terlihat jelas seorang wanita anggun yang sedang tersenyum manis sambil merangkul seorang anak laki-laki dan anak perempuan dengan latar sebuah danau yang sangat indah.

Ya kita sangat tau siapa mereka. Itu adalah Arya ketika kecil, Raya kakak perempuannya dan ibunya yang sangat cantik yang sedang piknik sekeluarga. Saat-saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Yang sama sekali tidak bisa ia rasakan lagi sekarang.

Arya menatap dengan lekat foto ditangannya. Jemari kurusnya mengusap pelan foto tersebut seakan foto itu akan hancur bila ia memeganggnya terlalu keras.

"Ibu, Raya.. Bagaimana ya wajah ibu dan Raya sekarang? Apa ibu masih cantik seperti dulu? Apa Raya masih tomboy dan galak seperti dulu? Hehehe.. Aku kangen kalian..." senyum miris terlukis di bibir sempurnanya. Matanya mulai berkaca-kaca.

"Ibu..." ujarnya lirih, bahkan hampir berbisik. Ia memeluk erat foto itu dan mulai mengis sesegukan. Menumpahkan segala kesedihan dan kerinduannya kepada dua sosok yang sangat dicintainya itu. Dadanya bagaikan ditusuk tusuk menahan sakit dan rindu yang teramat dalam.

Ia sudah tidak perduli orang lain menyebut ia cengeng atau apa. Ia sama sekali tidak perduli. Karena memang tak ada yang perduli kepadanya. Kecuali dua orang yang sekarang masih ia cari keberadaanya.

Sekelebat ingatan tentang saat kepergian ibu dan kakaknya kembali menari di kepalanya. Membuat wajahnya berubah menampakan amarah yang amat sangat.

"Berengsek" geramnya tertahan. Ia mengacak rambutnya frustasi. Ia malas kalau teringat dengan ayahnya yang paling ia benci. Tapi ia juga tidak bisa sepenuhnya membenci sosok yang selama ini membuat dirinya lebih dari 'berkecukupan'. Ia ingin lari dan pergi mencari ibu dan kakaknya. Tapi ia bisa apa? Ia hanya anak SMA yang belum bisa apa-apa. Ia bertekad menjadi orang hebat yang bahkan bisa melebihi ayahnya sekarang. Itu ambisinya.

Ia kembali menatap foto di tangannya. Kembali mengusapnya dengan sayang. Sebuah senyum tulus namun terlihat memilukan menghias wajahnya.

"Semoga kalian baik-baik saja dimanapun kalian berada. Dan semoga kita bisa bertemu lagi." ujarnya. Namun gambaran seorang gadis tiba-tiba melintas di pikirannya. Gadis yang baru ia kenal dua hari ini.

"Kenapa mata kalian benar-benar sama?" ia berhenti sejenak sambil memejamkan mata.

"Apa kau akan secantik dia kalau aku melihatmu sekarang? Ah, kau pasti akan jauh lebih cantik, Ra. Aku yakin itu." Arya tersenyum manis. Senyum paling manis yang ia tunjukan hari ini. Atau bahkan semenjak ibu dan Raya nya pergi.

Ia menyimpan foto itu di balik buku tebal yang ada di atas meja belajarnya. Dan menumpukan kepalanya ke atas buku besar yang sedikit berdebu. Mencoba memejamkan mata yang sama sekali tidak mengantuk hanya untuk sedikit mengurangi beban fikirannya.

"Ra, bolehkah aku menikmati kebersamaanku bersama gadis itu seperti aku menikmati kebersamaanku bersamamu?" ujarnya lirih sebelum benar-benar menutup matanya dan berkelana di alam mimpi. Kembali memimpikan Raya nya.

***

*Rumah Nami*

Nami dan keluarganya -yang kita tau adalah paman dan bibinya- telah selesai makan malam. Nami dan bibinya sedang membereskan bekas makan mereka. Dan pamannya sedang menonton siaran televisi sekarang.

"Nami-ah.. Waeyo? Kau terlihat murung hari ini." tanya bibi Nami dengan sedikit aksen Korea di kata-katanya.

Ya, bibi atau istri dari paman Nami adalah orang Korea asli. Sedangkan pamannya adalah orang Jepang asli sama seperti ibunya. Namun tidak seperti bibinya yang belum lama 'diboyong' ke Indonesia, Ibu dan Pamannya sudah dari remaja tinggal di tanah kelahirannya ini.

Ya, menurut ibunya negara ini adalah tempat kelahirannya. Dan juga tempat ibu dan ayahnya yang asli orang indonesia bertemu dan kemudian menikah. (Ah, semoga mereka tenang 'disana'). Pamannya sendiri sekarang adalah sudah sah sebagai warga negara Indonesia, begitu juga bibinya.

Membingungkan bukan? Nami sendiri juga bingung dengan keluarganya yang multicultural ini.

"Aku tak apa-apa Bi. Hanya kelelahan sepertinya." jawab Nami kemudian tersenyum manis.

"Jinjja? Ya sudah sana tidur. Biar bibi yang bereskan sisanya."

Nami kemudian berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Setelah sebelumnya mengucapkan selamat tidur kepada pamannya yang sedang sibuk menonton pertandingan bola di televisi.

Di kamarnya ia kemudian bergegas naik ke kasurnya yang berwarna pink cerah. Ia menutup dirinya dengan selimut tebalnya dan mencoba memejamkan matanya. Tapi matanya sama sekali tidak bisa terpejam.

*Nami's Side

Akh..kenapa aku? Kenapa jadi pusing sendiri begini?

Dia bukan pacarku... Tapi dia tunanganku...

Aishh,,kenapa aku jadi kepikiran kata-kata cowok aneh itu? Memangnya apa urusanku? Dia mau tunangan kek mau nikah kek ga ada urusannya denganku. Lagipula kita baru dua hari bertemu.

Aishhhh,,,menyebalkan!! Dengan tenangnya ia berciuman di kelas pula. Cih, memalukan!

Sudahlah lebih baik tidur saja. Dari pada aku uring-uringan tidak jelas seperti ini.

Aku menarik selimut sampai menutup kepalaku. Mencoba memejamkan mata yang yah sebenarnya tidak mengantuk.

....

Hey, dimana ini? Bukankah tadi aku sedang tidur dikamarku? Tapi ini ... dimana??

Tempat ini begitu gelap sampai aku tidak bisa melihat apa-apa. Atau malah latarnya hitam semua??

Aishh,,membingungkan. Ini pasti mimpi. Sudah pasti ini mimpi.

Deg!

Apa itu? Seberkas cahaya seperti mendekat kepadaku. Silau!

"Nameera..." ujar sebuah suara mengagetkanku. Jantungku seakan mau lompat keluar mendengarnya. Hey, ini kan bukan cerita horor author!!

Aku menoleh ke asal suara itu. Seseorang berdiri tidak jauh dariku. Ia manusia, aku tau. Karena kakinya tidak melayang dan wujudnya tidak mengerikan. Cantik malah. Wajahnya cantik ,dan ...mmm... WHAT?! Wajahnya .. wajahnya .. mi-mirip denganku?! Bukan!! Sama persis malah!!

Sekarang ia tersenyum dan berjalan pelan ke arahku. Aku menatapnya horor. Aku ingin bangun!

"Si-siapa kau?" tanyaku dengan badan gemetar.

Ia berhenti sekitar satu meter di hadapanku. Ia kembali tersenyum hangat. Membuatku sedikit rileks.

"Aku adalah kau. Dan kau adalah aku." gadis itu tersenyum dengan lembut. Ia berjalan mendekatiku yang sekarang sudah tidak takut dengannya lagi.

Ia membelai pipiku sayang. Tangannya begitu hangat dan nyaman. Aku memejamkan mata merasakannya. Sentuhannya begitu nyata.

"Maafkan aku ..." ujarnya lirih sambil memelukku.

Pik!!

Aku membuka mata. Dan aku kembali ke kamarku. Di atas ranjang berwarna pinkku. Ya, yang aku lihat tadi ternyata hanya mimpi. Tapi siapa gadis itu. Tidak mungkin itu aku. Tatapannya begitu memilukan.

Aku melirik ke arah jam dinding yang bergantung di tembok kamarku. Jam 3 pagi.

Sebaiknya aku tidur lagi. Aku tidak mau terlambat masuk sekolah besok.

Aku menarik kembali selimutku dan mencoba memejamkan mataku. Semoga tidak mimpi seperti tadi lagi.

***

TBC

Akh,,makin ga jelas ya ceritanya?? hahaha...maaf soalnya author lagi lumayan stress,,khehehe #plakk...alesan aja..

comment nya ya biar chapter selanjutnya makin jelas,,~yahahahaha

gomawo..:)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar