Selasa, 29 Mei 2012

Brother Story Part 3

 Maaf ya chapter 3 lama banget keluarnya...
Aku mulai memperbaiki cara menulisku...Semoga kalian suka ... :D
Maaf banyak typo,,dan apa bila terdapat kesamaan nama, tempat, atau peristiwa mohon dimaklum..Ini tidak disengaja loh... (namanya juga fiksi..hehehe)

Happy reading...
***************************************************************************
Aku mencintaimu tak perduli apa dan siapa dirimu
Aku menyayangimu bagaimanapun keadaanmu
Aku mencintaimu walau tak ada yang percaya denganku
Karena dimataku hanya ada dirimu
Apa adanya dirimu


Chapter 3

Pagi itu Arya datang pagi sekali ke sekolah. Dan di dalam kelas yang masih sepi ia hanya diam sambil memandang ke luar jendela. Pikirannya melayang entah kemana.

Tadi malam ia tidak bisa tidur nyenyak. Tidurnya terganggu dengan mimpi buruk yang sama dengan yang datang di setiap malamnya. Mimpi ketika ayahnya mengusir ibu dan kakak perempuannya. Tapi ada satu mimpi yang mengganggu pikirannya. Mimpinya tentang sebuah kecelakaan mobil yang sangat parah. Sebuah taxi dengan seorang supir dan dua orang penumpang di dalamnya. Tapi ia yakin taxi itu bukan taxi dari daerah Bandung ataupun di Indonesia.  

Apa itu cuplikan film ya? Tapi kenapa hatiku rasanya sakit sekali?

Arya menghembuskan nafas berat sambil kembali memandang ke luar jendela. Memandang murid murid yang  mulai berdatangan ke sekolah. Sampai matanya bertemu pandang dengan sepasang mata. Mata yang sama dengan yang ia perhatikan kemarin. Mata yang mirip dengan yang ada di mimpinya. Mata Raya. Namun dalam wujud seorang murid baru bernama Nami.

Arya terus memandangi gadis itu sampai yang bersangkutan merasa risih dan menundukan kepalanya. Tapi ia tidak sendiri. Di sampingnya berdiri seorang laki-laki berbadan tinggi dan 'agak' kekar sedang tersenyum kepadanya sambil memamerkan lesung pipitnya.

Ragil? Ragil kelas sebelah kan? Kenapa dia bisa kenal Nami?

Ia terus memperhatikan 'sepasang' murid itu sampai menghilang masuk ke dalam gedung sekolah. Ada segaris rasa tidak rela melihat Nami dekat dekat dengan Ketua Osis yang sok baik itu (menurutnya).

Tiba-tiba sepasang tangan mungil menutup mata Arya. Arya sedikit tersentak kaget tapi ia kemudian kembali memasang wajah cool setelah menyadari siapa yang biasa melakukan ini.

"Renata, lepas. Ini tidak lucu." ujar Arya sambil berjengit tidak suka.

Perlahan Renata melepaskan tangannya dan memandang sebal ke arah Arya.

"Sampai kapan kau akan mengacuhkanku seperti ini?" Renata duduk di bangku depan Arya sambil terus menatapnya tajam.

Arya hanya mendengus pelan sambil kembali memandang ke luar jendela. Kembali ke rutinitas 'autis' nya.

"Kau bahkan tidak menjemputku tadi dirumah. Aku harus panas-panasan naik taxi ke sekolah tau! Apa kau sudah lupa kalau aku ini ... "

"Tunanganku?" sambar Arya cepat. "Aku malas menanggapi sikap manjamu itu. Sebaiknya kau kembali ke kelasmu. Aku sedang tidak mau diganggu." ujar Arya datar sambil kembali memandang ke luar jendela.

"Apa kau suka dengan gadis itu?!" tanya Renata tiba-tiba. Arya menatap Renata kaget bercampur bingung.

"Apa maksudmu?"

"Ya, gadis itu ... Si anak pindahan dari Jepang itu. Jangan bilang kalau kau menyukainya." ujar Renata sambil tertawa mengejek.

"Jangan membuat gosip yang tidak-tidak. Mana mungkin aku menyukai dia. Aku hanya ... " Arya tidak bisa meneruskan kata-katanya. Mana mungkin ia bilang kalau Nami mirip dengan kakaknya yang terpisah selama enam tahun kan? Alasan yang konyol.

"Hanya apa?" desak Renata sengit. Suaranya yang indah kini terdengar melengking karena menahan emosinya.

"Tidak ada. Kenapa kau malah mengurusi hal yang tidak perlu? Kenapa kau tidak belajar matematika saja sana? Kudengar dari ayah kalau nilai matematikamu jelek sekali."

"Jangan mengalihkan pembicaraan Arya Ardiana Putra!! Semua orang juga sudah tau kalau di hari pertama anak itu masuk di sekolah ini kau sudah sangat perhatian kepadanya. Berbeda sekali dengan sikapmu sebelumnya yang terdengar sangat dingin kepada perempuan. Malah denganku, tunanganmu sendiri kau bersikap dingin!" bentak Renata tak terkendali. Matanya mulai berkaca-kaca menahan tangis.

"Aishhh ... Kau ini terlalu berlebihan." Arya beranjak pergi meninggalkan Renata yang masih menatapnya tajam. Tapi Renata menarik tangannya dan memeluknya erat mencegahnya untuk pergi.

"Renata lepaskan. Kau ini seperti anak kecil saja." dengus Arya bosan. Ia mencoba melepaskan pelukan Renata dari tubuhnya.

"Aku tak akan melepaskanmu Ar. Tidak akan pernah.!" jawab Renata. Arya hanya menarik nafas kesal dan memalingkan muka. Tapi tangan Renata menarik kerah Arya keras sehingga mau tak mau Arya ditarik menghadap wajah Renata. Dan Renata menempelkan bibirnya ke bibir Arya secara paksa. Arya hanya bisa melotot kaget.

Bruuukkk... Sontak Arya melepaskan ciuman paksaan (?) mereka dan melihat ke asal suara.

Di depan pintu tampak gadis yang sedari tadi dibicarakan mereka sedang sibuk memunguti bukunya yang berjatuhan di lantai.

"Ah, maaf aku mengganggu. Aku akan segera pergi." ujar Nami setelah selesai memunguti semua bukunya. Wajahnya memerah entah karena kaget melihat 'pemandangan' yang tidak biasa itu atau malu karena mengganggu dua sejoli disana.

"Oh, jadi ini perem...mphhh...." Arya cepat cepat menutup mulut Renata sebelum ia mengeluarkan kata-kata yang tidak penting.

"Tidak perlu. Kami yang akan pergi." ujar Arya datar. Ia menyeret Renata pergi dari kelas sambil terus menutup mulutnya.

Nami hanya bisa melihat kepergian mereka dengan tatapan sendu. Dadanya terasa sesak. Ia meremas seragam sekolahnya hanya untuk sedikit menghilangkan rasa sakit di hatinya.

Lho kok??

*Nami's Side*

Lho kok dadaku rasanya sakit sekali? Ada apa denganku? Apa gara-gara aku melihat dua orang tadi berciuman? Ahh,,bodoh,, Bukannya di jepang aku sudah sering melihat orang berciuman? Tapi aku tidak merasakan apapun.

Aku pun duduk di bangku ku yang tepat disamping bangku Arya. Aku sedikit menatap ke arah bangku yang sedang kosong itu.

Arya, laki-laki yang aneh yang kadang bersikap ketus tapi kadang bersikap baik itu. Sebenarnya siapa dia? Selain ia adalah 'Pangeran Es' sekolah ini yang terkenal kaya, tampan, pintar, namun ketus dan seenaknya sendiri, aku tak tau apa-apa tentang teman sebangku ku itu.

Kenapa denganku? Kenapa hatiku rasanya tidak tenang? Apa gadis cantik itu kekasihnya?

"Arghh ...Memangnya apa urusanku?! Bodoh bodoh bodoh!!" aku memukul mukul kepalaku frustasi. Bingung dengan fikiranku sendiri.

"Kalau kau memukul-mukul kepalamu seperti itu besok kau akan jadi orang bodoh Nami-chan."

Aku menoleh ke asal suara itu dengan kaget. Dan ternyata Ragil sedang menahan tawa melihatku. Aku hanya bisa tersipu malu.

"Kenapa kau ada disini?" tanyaku asal.

"Mmmm...Tadi aku hanya sedang lewat disini dan kebetulan melihatmu sedang memukul-mukul kepalamu seperti itu. Aku tertarik dan disinilah aku sekarang. Hehehe .." Ragil tertawa sambil menyuruhku menggeser tempat duduk dan duduk di bangku ku.

"Kau tidak sibuk? Bukannya Ketua Osis itu sibuk sekali kan?"

"Nami, ini masih jam 06.30 pagi. Mana ada agenda Osis jam segini? Nanti siang sepulang sekolah baru aku pergi mengurusi Osis." ujarnya santai sambil mengacak rambutku pelan. Mau tak mau aku ikut tersenyum mendapat perlakuan seperti itu.

"Bisa tolong minggir? Itu kursiku." suara bariton seseorang mengiterupsi percakapan kami.

Arya sudah berdiri disana. Memandang sengit ke arah Ragil. Begitu pula dengan Ragil. Mata yang ramah yang tadi ditunjukkan kepadaku hilang sudah.

"Oh, jadi Nami satu bangku denganmu? Naas sekali nasibnya." ujar Ragil memecah kesunyian. Mata Ragil dan Arya beradu pandang dengan sengit. Aku merinding melihat nya. Seperti berada di neraka. Aku bisa mati kalau satu jam saja dalam keadaan begini.

"Bukan urusanmu. Kelasmu di sebelah tuan Ketua Osis." jawab Arya tajam. Ia sedikit melirik ke arahku. Aku hanya menundukan kepalaku. Antara merasa malu dan takut dengan tatapannya itu.

"Baiklah tuan Sok Pintar.." Ragil beranjak bangkit. "Ayo kita pergi dari sini Nami." ujarnya kemudian sambil menarik tanganku. Mau tak mau aku ikut bangkit dan mengikuti Ragil.

Kami berjalan melewati Arya yang masih berdiri dengan tampang angkuhnya. Tapi tiba-tiba sebuah tangan mencengkram pergelangan tanganku yang lain. Dan menahanku tetap di tempat. Aku berbalik dengan kaget dan ternyata Arya lah yang memegang tangan kiriku. Matanya masih menatap tajam ke arah Ragil.

"Apa kau sudah lupa tuan Ketua Osis. Kalau dia siswa kelas ini. Dan sekarang sudah hampir jam pelajaran. Apa kau ingin membolos bersamanya?"

Ragil hanya mendengus kesal dan melepaskan genggamannya di tangan kananku. Ia memandang sinis ke arah Arya dan kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arahku dan tersenyum manis.

"Kalau begitu sampai jumpa nanti istirahat Nami-chan." ujarnya sambil berlalu.

Arya kemudian melepaskan genggamannya dari pergelangan tanganku. Dan beranjak duduk di bangkunya. Ia kemudian mulai kembali ke rutinitas 'autis' nya. Memandang ke luar jendela!

Menyebalkan sekali makhluk satu ini. Tadi dia marah-marah. Sekarang dia diam seperti tidak terjadi apa-apa. Sial, salah apa aku sampai bisa bertemu orang seperti dia.

"Sampai kapan kau mau diam berdiri di sana? Sebentar lagi guru kita akan datang." ujarnya tiba-tiba tanpa 'sedikitpun' mengalihkan pandangan dari jendelanya.

Aku memajukan bibirku kesal. Dan duduk disampingnya dengan malas.

"Yang tadi pacarmu?" Hey, siapa itu yang bicara? Tapi sepertinya itu aku. Kenapa aku tiba-tiba menanyakan itu? Dasar bodoh..

Arya sedikit kaget dan bingung mendengar pertanyaanku. Tapi ia langsung menguasai diri dan kembali ke wajah juteknya. Menyebalkan!

"Harusnya aku yang bertanya padamu. Kau pacaran dengan Ragil?" tanyanya balik yang membuatku sedikit kebingungan menjawabnya.

"Kau ini ada-ada saja. Aku baru kenal dia kemarin. Mana mungkin kami pacaran." sanggahku. "Hey, kau belum menjawab pertanyaanku!" Ya Tuhan....Kenapa aku malah ngotot begini....Nanti dia berfikir yang tidak tidak tentangku...

"Kenapa kau ingin tau?" tanyanya sambil berbalik menghadapku dan menatap mataku. Yang langsung membuat mukaku memanas karena malu. Jantungku rasanya mau meloncat keluar karena ditatap olehnya.

"Hanya ingin tau." jawabku asal sambil mengalihkan pandanganku. Kemana saja, asal jangan menatap matanya.

Aryapun mengalihkan pandangannya lagi dan menatap 'jendelanya' LAGI! Entah apa yang sedang ada di otak anehnya. Hanya dia dan Tuhan yang tau.

"Dia bukan pacarku ..." jawabnya sambil memberi jeda dalam kalimatnya. Ia menarik nafas berat sebelum melanjutkan kata-katanya. "... tapi dia tunanganku .."

Deg..

Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba dadaku sakit mendengarnya. Tapi dadaku lebih sakit lagi ketika melihat wajah Arya yang terlihat sangat menderita ketika mengatakannya. Apa aku salah lihat? Raut wajah menderita yang hanya aku lihat sekilas itu. Tapi kalaupun itu benar, aku bisa apa? Aku bukan siapa-siapa nya. Ya, benar... Aku bukan siapa-siapa Arya. Tapi kenapa dada ini rasanya sakit sekali.

To Be Continued ...
***************************************************************************
Hahaha... Akhirnya chapter 3 keluar juga setelah dierami selama beberapa minggu ..
Rasanya chapter ini lebih panjang dari biasanya ya,,,hahahha
Maaf ya karena chapter 2 hasilnya kurang memuaskan ...Sekarang aku akan mencoba lebih baik lagi untuk chapter-chapter berikutnya ....
Mohon sarannya dan kritik membangunnya ya chingu ...
Terima Kasih...Love U more ....
:*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar