Jumat, 18 Mei 2012

Brother Story Part 2

Maaf ya lama banget posting nya.. Biasa masalah kesehatan jadi bawaannya pengen tidur terus .. (readers : bilang aja males) hahahaha
Pokoknya read this out.. Jangan lupa comment membangunnya ya,,, Thanks..:)
............................................
#Chapter 2#

Seorang gadis cantik berdiri dengan kaku di depan ruangan kelas yang ramai. Matanya gelisah melihat ke kiri dan kanan. Menunggu adalah hal yang sangat membosankan untuknya.

"Kenapa kamu hanya berdiri di situ Nami? Ayo masuk." ujar seorang pria tambun tiba- tiba mengagetkannya.

Ia hanya tersenyum dan membungkuk sedikit dan mengikuti pria tambun yang ternyata wali kelasnya itu untuk masuk ke dalam kelas. Kelas yang tadinya ribut tiba - tiba jadi hening ketika mereka masuk.

Segala hal berkecamuk di dalam fikirannya. Ini hari pertama ia tiba di kota ini. Di kota Bandung. Kota yang begitu asing untuknya. Kota ini sangat berbeda dengan tempat tinggalnya dulu di Tokyo. Mulai dari cuaca, kebudayaan, sampai orang- orang yang tinggal disini sangat berbeda dengan kotanya tercinta.

Sebenarnya ia enggan tinggal disini. Tapi setelah ibunya meninggal dua bulan yang lalu, ia mau tak mau harus tinggal bersama paman dan bibinya di kota ini. Karena ia merasa tidak tega membebani nenek dan kakeknya di Jepang.

Paman dan bibinya bilang dulu ia dan ibunya pernah tinggal di kota ini. Tapi setelah ayahnya meninggal ia dan ibunya pindah ke Jepang. Entahlah ia sama sekali tidak ingat. Untunglah ibunya dulu mengajarkan bahasa indonesia kepadanya jadi sekarang ia bisa berkomunikasi dengan lancar.

Tok Tok Tok!!
Pak Wahid mengetuk-ngetuk papan tulis, membuyarkan lamunan Nami.

"Anak-anak kita kedatangan siswa baru pindahan dari Jepang. Tapi ia dulu berasal dari Indonesia juga. Karena itu jangan khawatir karena ia lancar berbahasa Indonesia. Nami silahkan perkenalkan dirimu." tunjuk Pak Wahid kepadanya. Ia hanya bisa mengangguk dan tersenyum canggung.

"Hai, teman teman perkenalkan nama saya Nameera Khaizan. Tapi kalian bisa memanggilku Nami.  Mohon bantuannya teman teman." Nami membungkuk hormat.

Semua mata tertuju padanya. Nami hanya bisa tertunduk malu.

"Nah, Nami. Kamu bisa duduk di samping bangku yang masih kosong itu." Pak wahid menunjuk bangku yang berada di dekat jendela. Di sana sudah ada seorang pemuda yang cukup tampan.

Nami hanya menggangguk dan kemudian beranjak ke kursi yang ditunjukkan Pak Wahid kepadanya.

*Nami Side*

 "Nah, Nami. Kamu bisa duduk di samping bangku yang masih kosong itu." Pak wahid menunjuk bangku yang berada di dekat jendela kepadaku. Disana, disamping bangku yang kosong itu ada seorang pemuda yang cukup tampan. Kulitnya putih dengan mata yang agak sipit. Sepertinya dia lebih cocok disebut sebagai orang Jepang deh dari pada aku.

Aku hanya mengangguk meng-iya-kan kata-kata Pak Wahid, dan berjalan menuju bangku yang ditunjuknya sambil sesekali memberikan senyum terbaikku ke teman teman yang ada di samping kiri dan kananku.

Aku duduk di bangku yang kosong itu dan tersenyum canggung ke pemuda tampan yang seperti tidak berkedip menatapku. Apa ada yang salah dengan dandananku ya?

"Ehm.." aku berdehem pelan. Sepertinya itu berhasil membawanya kembali ke alam nyata. "Aku Nami." lanjutku sambil mengulurkan tangan kepadanya.

"Oh, sorry. Watashi-wa Arya desu." jawabnya dengan bahasa jepang yang canggung. Aku hanya tersenyum geli melihat kelakuannya. Bukannya tadi Pak Wahid sudah bilang kalau aku bisa berbahasa indonesia?

"Hehehe .. Aku bisa bahasa indonesia ko Arya." ujarku kepadanya yang masih menatapku dengan lekat.

"Apa kita pernah kenal sebelumnya? Soalnya matamu mengingatkanku kepada seseorang." ujarnya kemudian yang sedikit membuatku mengerutkan kening.

"Mmm.. Sepertinya belum. Aku tinggal disini waktu masih kecil sekali sepertinya. Makanya aku tidak ingat sama sekali."

"Oh, maaf." ia kemudian tertunduk lesu. Segurat rasa kecewa terpancar di wajahnya. Entahlah aku merasa sangat aneh melihat matanya yang berwarna kecoklatan itu. Rasanya aku pernah melihatnya. Apa dia teman masa kecilku ya? Aku benar-benar tidak ingat.

*Skip Time*


Bel tanda istirahat akhirnya berbunyi. Anak-anak mulai meninggalkan ruang kelas. Aku? Entahlah aku bingung harus kemana.

"Kalau kamu mau ke kantin ikuti aku saja." ujar Arya yang tiba-tiba bangkit mengaggetkanku.
Aku hanya menatapnya heran. Kok sekarang dia mendadak jutek gitu ya?

"Ikut tidak?" ujarnya lagi tanpa menoleh ke arahku sedikitpun. Dengan sebal aku pun mengikutinya. Sebenarnya aku malas tapi karena cacing di perutku sudah mulai berdemo aku tidak bisa menolaknya.

Aku berjalan menyusuri lorong-lorong di sekolah yang sekarang dipenuhi anak-anak yang sedang istirahat. Ini hanya perasaanku atau memang banyak mata yang melihat ke arahku? Apa ada yang salah denganku ya?

" Jalanmu seperti siput. Lama sekali." aku berpaling dengan kaget. Aku kira aku sedang berjalan dengan patung karena dari tadi ia tidak bicara sedikitpun. Sekarang ia sedang menghadap ke arahku dengan tatapan kesal.

"Enak saja kau memanggilku siput?!"

Tiba tiba ia menarik tanganku. Dan membawaku atau tepatnya menggusurku ke kantin. Jangan tanya lagi dengan mata yang sedari tadi memperhatikanku. Bahkan sekarang mereka sibuk berbisik satu sama lain.
#bisik-bisik tetangga gitu..plakk

"Hey, sakit tau!!" aku memepis tangannya kasar. Apa sih yang ada dipikiran orang ini? Menyebalkan!

"Kalau tidak begini kau akan sampai kantin dua tahun kemudian." jawabnya sambil berlalu. Menyebalkan sekali dia. Tadi ramah sekarang juteknya minta ampun. Otaknya sudah agak miring rupanya.
Peduli amat ah. Yang penting sekarang makan dulu.. Cacing diperutku sudah mulai berteriak lagi.

**********************************Brother Story************************************

Arya bersandar di tembok di belakang sekolah. Tempat persembunyiannya. Kerajaan mimipinya yang sepi tanpa ada suara suara anak perempuan yang membuat gendang telinga pecah itu.

Arya hanya bersandar. Memejamkan mata tapi tidak tertidur. Ia sangat menikmati tiupan angin siang hari yang menerpa wajahnya. Seluruh persoalan berputar putar di otaknya.

*Arya Side*

Ya Tuhan siapa dia sebenarnya? Mata itu benar benar seperti mata Raya. Tapi dia benar-benar tidak ingat kepadaku. Apa dia hanya pura-pura? Tapi aku sama sekali tidak melihat kebohongan di matanya.

Aku pernah mendengar ada yang bilang kalau kita itu punya orang yang berwajah mirip dengan kita setidaknya 7 orang di dunia ini. Tapi apa ini hanya kebetulan?

"Hey, sedang apa?" aku mendongak ke asal suara yang memanggilku. Seorang gadis cantik sedang tersenyum kepadaku. Aku hanya diam tidak menjawab.
Dia kemudian duduk di sampingku dan menyandarkan kepalanya ke bahuku. Aku tetap diam tak bergerak.

"Hey, kenapa diam saja? Apa ada masalah di kelasmu tadi?" tanyanya lagi.

"Tidak ada apa-apa. Sebaiknya kau masuk ke dalam. Disini anginnya lumayan kencang." jawabku lurus.
Yang dimaksud hanya memajukan bibirnya kesal.

"Arya, kenapa sih kau tidak bisa sedikitpun lembut kepadaku?" dia kemudian pergi meninggalkanku dengan muka yang kesal. Aku sempat tersenyum sinis (?) sekilas melihat kelakuan tunanganku itu.

Ya, dia Renata. Gadis yang di jodohkan ayahku untukku. Ayah bilang sih dia wanita yang baik dan cocok jadi istriku kelak. Tapi yang aku tahu itu hanya akal-akalan ayah dan rekan bisnisnya agar bisnis ayah semakin berkembang lagi. Dan sialnya lagi-lagi aku tak bisa apa-apa di depan ayah.

Mataku kembali menerawang jauh. Tidak terfokus. Entah apa yang aku pikirkan. Sampai dia akhirnya lewat. Gadis yang tadi aku tinggalkan di kantin sekolah. Gadis yang mengganggu pikirannku dari pagi. Gadis yang sangat mirip dengan Raya.

Ia berjalan lambat tidak jauh dari tempatku duduk. Sepertinya ia tidak melihatku berada disini. Ia berjalan lambat sambil membawa roti dan susu kotak ditangannya. Pipinya menggembung karena penuh dengan makanan. Lucu sekali dia. Tanpa sadar aku terkekeh sendiri melihatnya.

"Berat badan mu bisa langsung naik kalau kau makan siang seperti itu." aku kaget sendiri dengan apa yang aku katakan. Dan kenapa tiba-tiba aku ada di samping dia? Ya Tuhan sepertinya badanku bereaksi lebih dahulu dari pada otakku.

"Mhemhanghyah inhi urhushanmhu?! (memangnya ini urusamu?!#kira kira gitu deh artinya..Plakk) " ujarnya dengan mulut penuh dengan roti.

Aku hanya bisa tersenyum sambil menatap wajahnya lekat. Ya Tuhan.. dia benar benar mirip dengan Raya. Aku tak tahu ia  benar-benar Raya atau bukan. Tapi aku tak peduli. Yang pasti Engkau sudah mengirimnya untukku. Mengirim Rayaku kembali dalam bentuk Nami. Terima Kasih Tuhan...

"Hey, jangan liat wajahku seperti itu. Memangnya aku badut apa?!" bentaknya sambil mencoba menelan semua makanan yang ada di mulutnya.

"Cepat habiskan makananmu. Sebentar lagi bel berbunyi." ujarku sambil berlalu meninggalkannya yang sibuk menghabiskan roti dan susunya.

Raya, apa kamu mau memaafkan aku kalau aku menganggap gadis ini dirimu? Maaf untuk saat ini aku ingin istirahat. Nanti aku akan mencarimu lagi. Saat ini aku ingin menikmati hari-hariku dengan 'Raya Palsuku'. Kau tidak marah kan Ra? Aku pasti akan menemukanmu dan juga ibu. Itu sumpahku.

Aku hanya bisa tersenyum menatap langit. Benar Tuhan, kali ini aku tak akan melepaskannya lagi.

To Be Continued...
******************************************************************************

Mian ya chingu kalau chapter ini agak boring..hahhaha
Otakku lagi buntu,,aslinya,,
Makanya comment membangunnya ya chingu,,biar otak aku encer lagi...
#readers : bilang aja emang buntu dari sononya,,PLAKK
Okay,,sampai jumpa di chapter selanjutnya...Masih ada karakter yang akan keluar loh,,,
(doakan saja semoga chapter selanjutnya ga lama keluarnya,,)hahahaha

Gomawo,,Arigatou Gozaimasu,,,Terima Kasih,,Hatur Nuhun,,
#bungkuk bungkuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar